Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

Friday, October 30, 2015

Di Rumah Cinta Para Penghafal Qur'an

Bismillahirrahmaanirrahiim
                “Jika saya adalah sebuah benih, maka saya telah merasakan Assyifa sebagai media yang baik untuk tumbuh melangit dengan iman yang mengakar. Sebab bibit yang baik butuh media yang baik untuk tubuh”. Sebuah kalimat indah dengan makna yang dalam. Itulah kalimat yang aku baca dari seorang sahabat yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, Aghniya Humaira yang kini di bumi yang sama namun bagian yang berbeda masih tetap semangat mengamalkan ilmunya.  Ya.. sampai detik ini aku merasakan hal yang sama. SMA yang baru berdiri itu telah mendidik kami dengan baik, mengajari kami arti kebersamaan, kejujuran, keihklasan dan ketangguhan.
                Kini, tiga tahun sejak aku lulus dari tempat yang penuh dengan kenangan itu. Benar, benar sekali apa yang kau katakan, “Nanti Ni, setelah kita lulus dari Assyifa, kita keluar, kuliah dimana pun, disitulah iman kita yang sebenarnya diuji” (26-11-11). Ada kabar gembira yang ingin kusampaikan padamu bahwa di sini Allah masih berkenan menjagaku dengan memberiku tempat yang indah, teman dan lingkungan yang menjagaku, InsyaAllah.
                Di Rumah Cinta Para Penghafal Qur’an, tak mudah untuk dapat bertahan di sini. Benar ternyata semakin tinggi puncak gunung yang akan kita daki maka semakin besar kesakitan yang kita rasa. Memang begitu fitrahnya bukan? Godaan yang luar biasa besarnya ketika kita ingin menjadi baik. Tempat dimana aku harus banyak beradaptasi, belajar berinteraksi dengan 41 orang yang tentu saja berbeda kepribadian, begitu pula pola pengasuhan. Sulit? Tentu saja. Bukan hanya itu, akupun perlu mengimbangi tuntutan kuliah dengan tumpukan tugas, kuis dan ujian, amanah kampus dan tuntutan dari tempat ini ‘hafalan’. Dalam satu hari yang sudah banyak menguras energi, sebelum jam 9 malam aku harus sudah berada di rumah ini dengan jarak yang lumayan jauh dari kampus, siap meluangkan 2 jam untuk mengikuti kegiatan di sini : tilawah jamai dan setoran hafalan. Lelah? Tentu saja.
 Tahun pertama aku di sini, sudah ada niatan bahwa aku akan mencukupkan perjuanganku di rumah ini. Selama hampir 2 bulan aku mempertimbangkan keputusan ini dengan baik. Memohon agar Allah menuntunku dalam memilih. Hingga tiba waktunya aku harus memutuskan antara bertahan atau tergantikan. Sebuah kalimat seorang dokter yang masih kuingat sampai saat ini “Banyak waktu kamu gunakan untuk belajar sampai kamu lupa untuk memberikan hak tubuhmu untuk beristirahat. Bagaimana dengan Allah? Apakah kamu juga melakukan hal yang sama untukNya? Berapa banyak waktu yang sudah kau berikan untuk Allah”. Kalimat ini cukup menggetarkan hatiku, membuatku tak ada daya untuk menyanggah lagi. Hanya dua jam setiap hari, masih ingin kamu kurangi juga? Hanya bangun sedikit  lebih cepat setiap harinya, masih ingin kau kurangi juga? Mana waktu untuk Allah? Ibadah kamu yang mana yang sudah sempurna? Ibadah kamu yang mana yang sudah khusyuk? Mana persembahanmu untuk Allah?
Teringat pula akan kebaikan kedua orang tuaku di sana. Tak mampu aku membalas sedikit saja dari kebaikannya. Kupikir, jika tak bisa ku balas di dunia, di akhirat insyaAllah akan ada saatnya. Hanya di sini, di tempat ini insyaAllah akan aku berikan hadiah untuk mereka. Sebuah mahkota dari cahaya, pakaian surge yang indah. Aku sebagai jaminan untuk orang tuaku agar Allah mempersilahkan mereka masuk surge lewat pintu manapun yang mereka sukai. InsyaAllah.
Sejak saat itu, aku putuskan untuk tetap berada di tempat ini. InsyaAllah, bersama dengan orang – orang yang memilik visi yang sama, saling mendukung, saling mengingatkan dan saling menguatkan. Semoga kita bisa menjadi Ahlullah J Aaamiiiiin

Kota Hujan, December 16th 2014 00.17
TOTALITAS TANPA BATAS
                                                               SEMANGAT PERUBAHAN MEMBANGUN PERADABAN

No comments:

Post a Comment